AdSense

Sabtu, 30 Juni 2012

TARI PEPE'-PEPEKA RI MAKKA, Salah satu Jejak Kehadiran Islam di Tanah Makassar




TARI PEPE-PEPEKA RI MAKKA merupakan kesenian tradisional asli Etnik Makassar, Kesenian ini terinspirasi dari kisah nabi Ibrahim a.s. yang dibakar oleh raja Namru, namun karena kuasa dari Allah SWT maka api yang membakar tubuh Nabi Ibrahim menjadi Dingin layaknya air. Hal inilah yang menginspirasi lahirnya tari Pepe-Pepeka ri Makka di Kesultanan Gowa-Tallo' (Makassar).
Kesenian ini berasal di kampung Paropo Makassar, sebuah kampung yang terletak di tengah-tengah Kota Makassar (Dulunya daerah ini masuk dalam Wilayah Admininstratif Gowa).Kesenian ini merupakan kesenian yang bernuansa Islami. Hal ini dapat disaksikan dari mantera-mantera yang di ucapkan oleh Pemainnya di antaranya adalah ‘’Pepe-pepeka ri Makka lenterayya ri Madina Ya Allah Paroba Sai Na Takakbere dunia..dan seterusnya”.
Tarian ini muncul bersamaan di jadikannya Islam sebagai agama resmi Kerajaan Gowa-Tallo (1605-1607 M dalam rentang tahun ini Kesultanan Gowa-Tallo atau yang lazim disebut sebagai Kesultanan Makassar melakukan reformasi disegala bidang dengan memasukkan Islam sebagai corak dan nafas Kerajaan Makassar). Yang menarik dari tarian ini adalah karena tarian Pepe-Pepeka Ri Makka ini merupakan salah satu alat pendukung Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan Gowa-Tallo’ di abad ke 17, jadi disamping sebagai sarana untuk menghibur masyarakat, tarian ini juga berfungsi sebagai Media Dakwah Islam. Untuk konteks saat ini Tarian Pepe-Pepeka Ri Makka hanya dijadikan hiburan dan sering ditampilkan dalam berbagai event-event kegiatan baik nasional maupun internasional bahkan Tarian ini sudah pernah tampil di Gedung Putih Amerika Serikat.
Kesenian ini bukanlah pertujukan magic seperti biasa yang ditampilkan pada acara-acara tertentu akan tetapi dalam setiap gerakan penarinya mengandung berbagai Pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
by Facebook Comment

SILSILAH RAJA-RAJA TALLO'


Kompleks Pemakaman Sultan Tallo'

I. Karaeng Loe ri Sero, Tuniawanga ri Sero (putra Karaeng Tunatungka Lopi, Somba ri Gowa VI. menikah dgn putri Karaeng Garassi)

II. Same' ri Liukang Daeng Marewa, Karaeng Pasi, Tunilabu ri Suriwa. menikah dgn I Kare Suwa & Putri dari Surabaya Nyai Papati.

III. I Mangngayoang berang Daeng Parani, Karaeng Pasi, Tunipasuru ri Lello (putra I Kare Suwa. Raja Tallo pertama yg menjabat Tumabbicara Butta ri Gowa. Menikah dgn I Kawatang – putri Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Dan I Pasilemba – putri Karaeng loe ri Marusu)
 
IV. I Mappatakangkang tana, Daeng Padulu, Karaeng Pattingalloang, Karaeng tu Mabbicara Butta ri Gowa, Tumenanga ri Makkayoang (menikah dgn I Bontomanai, dan I Sapi Karaeng Somba Opu – putri Karaeng Tumapa’risi Kallonna)

V. I Mangngarai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa (menikah dengan: 1.I Sambo Daeng Niasseng, Karaeng Pattingalloang, 2.Karaeng Bone – putri Tunipallangga, 3.Karaeng i Wara, 4.Daeng Rappocini putri Karaeng Jipang, 5.Daeng Leko’bo’dong, 6.Daeng Popo – adik dari Karaeng i Wara, 7.Karaeng Bainea, 8.Karaeng Pattunga – putri Karaeng Masale, 9.I Sambe, I Menneki Daeng Karetanca, Daeng Pattukangang putri Mappatakangkang Tana & 10.Daeng Malompoa sepupu I Wara)
 
VI. I Malingkaang Daeng Mannyonri, Karaeng Matoayya, Sultan Abdullah Awalul Islam, Tumabbicara Butta ri Gowa, Tumenanga ri Agamana. 1575-1645 $nbsp; (Raja Tallo yg pertamakali memeluk Islam. menikah dgn Karaeng ri Naung, yg kemudian melahirkan : Karaeng Patinga, Manginyarrang Daeng Makkio, Mangngada’cina Daeng Sitaba)


VII. I Manginyarrang Daeng Makkio, Karaeng kanjilo Sultan Abdul Jafar Muzaffar, Tumammalinga ri Timoro, Tumenanga ri Tallo. 1593-1641 (menikah dgn Daeng Kalling putri dari Bissu Jamarrang Karaeng Barombong, I Sabbe Daeng Tamagga – putrid Sultan Awaluddin, Daeng Lomo)
 

VIII. I Mappaiyo Daeng Mannyauru’ Karaeng Kanjilo Sultan Harun Al Rasyid, Tumenanga ri Lampana. 1640-1673 ( menikah dgn Daeng Tuna & Karaeng Bontomate’ne)

IX. I Mappincara Daeng Mattinri karaeng Kanjilo, Sultan Abdul Qadir Tumenanga ri Pasi. 1666-1709 (menikah dgn 1.Daeng Maccini Karaeng Bontoramba, 2.Karaeng Bulu Bulu Fatima, 3.Daeng Khadija Karaeng Parangparang, 4.Daeng Tamenang)

X. I Mappau’rangi Daeng Mannuntungi, Karaeng Boddia, Sultan Sirajuddin, Tumenanga ri Tallo, 1687-1739 (Raja Tallo & Somba ri Gowa. Menikah dgn 1.Karaeng Bontomate’ne, 2.Arung Lalolang, 3.Zaenab Karaeng Balassari, 4.Syafiah, 5.Daeng Mate’ne Sitti Abida, 6.I Rakkia Karaeng Agangje’ne)

XI. I Manrabbia Daeng Ma’nassa Karaeng Kanjilo Sultan Najamuddin, Tumenanga ri Jawayya, 1708-18xx ( menikah dgn I Jole Karaeng Laikang, Karaeng Pattukangan Sitti Zaenab )
 
XII. I Makkasu’mang Daeng Mattalik Karaeng Lempangan Sultan Syafiuddin, Karaeng Tumabbicara Butta ri Gowa, Tumenanga ri Butta Labbiri’na. 1709-1760 (menikah dgn 1.I Sitti Amira maning Ratu, 2.Karaeng Mangarabbombang)

XIII. I Makkaraeng Daeng Mammeta, Karaeng Katangka Sultan Zainuddin Karaeng Tumabbicara Butta ri Gowa, Tumenanga ri Mattoanging. (putra dari karaeng Kanjilo Sultan Abdul Qadir Raja Tallo X )

XIV. I Chuma Riambabulang Karaeng Karuwisi, Sultanah Sitti Saleha, Tumenanga ri Tallo. 1726-1778 (putri Karaeng Kanjilo Sultan Abdul Qadir)

XV. I Mangnginyarang Karaeng Lembangparang, Sultan Abdul Rauf Karaeng Tumabbicara Butta ri Gowa, Tumenanga ri Katangka. 1749-1825 (putra Karaeng Lembang Parang Sultan Safiuddin. Menikah dgn I Ralle Arung Lipukasi)

XVI. La Oddangriu Daeng Mangeppe Karaeng Katangka Sultan Muhammad Zaenal Abidin Abdul Rahman Amiril Mukminin Tumenanga ri Suangga (menikah dgn I Abang & I Manganting Daeng Ken’na Karaeng Bontomassugi Sitti Aisyah Tumenanga ri Balla Kacana )

XVII. La Makkarumpa Daeng Parani Arung Lipukasi, Matinroe ri Lipukasi (menikah dgn 1.I Basse Karaeng Suangga cucu Karaeng Katangka Sultan Muhammad Zaenal Abidin Abdul Rahman, 2.I Maipa Daeng Nipati Petta Lolo ) Memerintah di Tallo selama 6 tahun 1850-1856, kemudian oleh karena Revolusi fisik di RI, kerajaan Tallo dilebur dengan Gowa oleh Belanda, Beliau melanjutkan pemerintahannya di Lipukasi, Barru.


by Facebook Comment

Jumat, 29 Juni 2012

STRUKTUR PEMERINTAHAN KERAJAAN GOWA (Part.3)

MASA SETELAH MASUKNYA ISLAM

Setelah agama Islam masuk sebagai kepercayaan resmi yang dianut oleh raja Gowa beserta segenap rakyat kerajaan Gowa, maka jabatan dan pangkat dalam struktur pemerintahan kerajaan Gowa secara otomatis bertambah dengan adanya urusan-urusan ibadah.
Urusan Ibadah ini menyangkut soal-soal penyelenggaraan Shalat Jum’at, Shalat Tarawih pada bulan Ramadhan, Shalat Hari Raya dan acara-acara ritual menyambut Maulid, Isra’ dan Mi’raj dan bulan Muharram. Termasuk pula dalam pengurusan perkawinan, khitan, aqiqah, pengkhataman kitab Al Qur’an sampai pada penyelenggaraan pengurusan jenazah. Khusus dalam bidang ini ditangani oleh jawatan Syara’ yang dikepalai seorang Qadhi (dalam bahasa Makassar disebut Kali) yang dibantu oleh petugas-petugas seperti Imam, Khatib, Bilal dan Doja.


(e-LONTARAK : Anas Faried Daeng Bella, Wahyudin Mas'ud Daeng Muji, Suwandy Mardan Daeng Mamase)

by Facebook Comment

STRUKTUR PEMERINTAHAN KERAJAAN GOWA (Part. 2)

MASA MENJELANG MASUKNYA ISLAM (ABAD XVI)

Seperti kita ketahui di dalam sejarah Gowa, pada masa pemerintahan Raja Gowa IX yang bernama DaEng Matanre ‘KaraEng Tumapa’risi’ Kallonna, kerajaan Gowa dan kerajaan Tallo disatukan kembali. Pada mulanya kedua kerajaan ini memang pernah bersatu kemudian dibagi menjadi dua kerajaan pada masa pemerintahan raja Gowa VI ‘Tunarangka’ Lopi’ kepada putra-putranya yang masing-masing bernama  Batara Gowa ‘Tuniyawanga ri parallakkenna’ untuk kerajaan Gowa dan KaraEng LoE ri Sero’ untuk kerajaan Tallo. Perpaduan kedua kerajaan ini dikuatkan dengan ucapan sumpah raja dari kedua kerajaan serta para pembesar masing-masing. Sumpah itu di dalam bahasa Makassar berbunyi : 
“Ia iannamo tau ampasiewai Gowa na Tallo iamo nacalla rewata” artinya; siapa saja yang mengadu domba antara Gowa dan Tallo,maka ia saja yang dikutuk dewata.
Sejak itulah kerajaan Gowa dan kerajaan Tallo, terutama dalam hubungan keluar merupakan satu kerajaan yang dikenal sebagai KERAJAAN GOWA (kerajaan terbesar yang pernah dimiliki oleh suku Makassar).
Betapa kokohnya perpaduan dua kerajaan itu dapat kita lihat dalam ungkapan bahasa Makassarnya;’Rua KaraEng na Se’re Ata’ artinya dua raja dengan satu hamba, maksudnya adalah bahwa dua nama raja yang memerintah di atas satu rakyat yang sama karena sejak saat itu raja-raja Tallo secara turun temurun menjabat sebagai Pabbicarabutta (pabbicara : jurubicara, diplomat, duta; butta : tanah, negeri) di kerajaan Gowa dan sekaligus sebagai raja di kerajaan tallo  pada beberapa generasi pewaris raja-raja Tallo.
Jabatan-jabatan Pembesar Tinggi kerajaan Gowa pada masa itu antara lain adalah ;
Pabbicarabutta
Lazimnya kita ketahui pada kerajaan-kerajaan di pulau jawa sama dengan jabatan Mangkubumi atau Mahapatih atau dalam masa modern sekarang ini dikenal sebagai ketua dewan menteri atau Perdana Menteri.
Pabbicarabutta biasa pula menjadi wali dan pemangku jabatan raja Gowa jika putra Mahkota atau raja penerus takhta Gowa masih belum mencapai usia yang pantas untuk memegang sendiri tampuk kekuasaan dan kendali pemerintahan. Pabbicarabutta mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang sangat besar, jika raja belum dewasa atau berhalangan maka Pabbicarabutta-lah yang memerintah atas nama Raja Gowa. Pada mulanya jabatan Pabbicarabutta diadakan untuk mewakili putra Mahkota, kemudian jabatan ini tetap ada meskipun raja sudah dewasa dengan tugas yang dalam bahasa makassarnya disebut Mabbaligau’ (mabbali ; membantu, partner ; gau’ : pekerjaan, pemerintahan), maksudnya membantu Raja Gowa dalam memerintah atau menjadi pasangan raja dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari.
Pabbicarabutta adalah orang kedua dalam pemerintahan setelah raja yang dikenal pula dengan sebutan ; ’Baliempona Sombayya ri Gowa’ artinya ; teman duduknya Raja di Gowa.
Tumailalang Towa
(tumailalang : orang di dalam; towa : tua) adalah seorang pejabat atau pembesar kerajaan Gowa yang menyampaikan dan meneruskan segala perintah raja kepada Dewan Adat Bate Salapanga, kepala-kepala wilayah di luar anggota dewan adat dan kepada Bate Anak KaraEng yang ditempatkan pada pemerintahan lokal yang menjadi daerah taklukan kerajaan Gowa. Tugasnya turut pula membantu Pabbicarabutta untuk menjaga kelangsungan pelaksanaan perintah-perintah Raja Gowa dan sering pula memimpin sidang-sidang yang diadakan bersama para pembesar lainnya untuk membicarakan soal-soal pemerintahan dalam negeri yang sifatnya penting.
Tumailalang Lolo
(tumailalang : orang di dalam ; lolo : muda) adalah seorang pejabat atau pembesar kerajaan Gowa yang selalu berada di dekat raja. Pejabat inilah yang menerima segala usul dan permohonan untuk disampaikan kepada raja, juga meneruskan segala perintah raja mengenai soal-soal rumah tangga istana raja. Di dalam masa perang pejabat ini sering pula terlibat dalam pembicaraan dan merencanakan segala soal yang ada sangkut-pautnya dengan persiapan perang dari angkatan perang kerajaan Gowa.
Anrongguru Lompona Tumakkajannangnganga
(anrong : induk, guru, pembina ; lompona : yang besar ; tumakkajannangnganga : orang yang menempati) adalah seorang pejabat atau pembesar kerajaan Gowa yang menjadi panglima besar pasukan kerajaan Gowa pada masa perang. Pada masa damai bertugas menjaga agar orang-orang mentaati dan menjalankan segala perintah raja. Jika ada yang membangkang dan dianggap perlu diambil tindakan, maka itu adalah tugas pejabat ini untuk menindak dengan tegas dan bila perlu dengan kekerasan. Termasuk pula dalam tugasnya adalah menumpas pemberontakan dan memberantas pengacau-pengacau yang mengganggu keamanan dan kedamaian dalam negeri, juga bertugas menjaga keamanan pribadi raja dan keluarga.
Bate AnakKaraEng
(bate : panji, bendera ;anakkaraEng : keturunan, anak raja). Mula-mula ‘Bate anakKaraEng’ merupakan daerah-daerah yang bebas dan berdiri sendiri. Kemudian daerah-daerah ini ditaklukkan oleh kerajaan Gowa baik secara damai maupun dengan jalan perang. Lalu daerah-daerah itu dihadiahkan oleh Raja Gowa kepada salah seorang atau beberapa ‘anakKaraEng’ serta anak bangsawan yang dianggap berjasa dengan  sebutan Palili’ atau Patunru’. Anak KaraEng inilah yang menjadi raja kecil atau penguasa tunggal di daerah ‘Bate AnakKaraEng’. Semua orang di daerah itu harus tunduk dan melaksanakan segala perintah ‘AnakKaraEng’ yang dianugerahi  kekuasaan terbatas oleh Raja Gowa. Lazimnya mereka yang mendapat daerah ‘Bate AnakKaraEng’ itu masih berkeluarga dekat dengan raja yang berkuasa. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika di dalam upacara-upacara adat yang resmi para ‘Bate AnakKaraEng’ ini didudukkan di tempat yang terhormat, bahkan sering di tempat yang lebih tinggi tingkatannya dibanding para anggota Dewan Adat Bate Salapanga.
Jabatan-jabatan yang tidak tergolong Pembesar Tinggi Kerajaan Gowa ;
Lo’mo’ Tukkajannangngang
Sebagai wakil atau pengganti panglima perang dalam angkatan perang kerajaan Gowa dan yang bertugas meneruskan segala perintah Anrongguru Lompona Tumakkajannangnganga kepada pimpinan-pimpinan induk pasukan kerajaan Gowa yang tersebar di berbagai pelosok wilayah kerajaan Gowa dan daerah-daerah taklukan.
Anronggurunna  Tumakkajannangnganga
Membawahi langsung induk-induk pasukan dari angkatan perang kerajaan Gowa yang terdiri dari satuan darat (infanteri, kaveleri, bantuan tempur) dan satuan laut (armada kapal perang, pasukan pendarat, patroli pengawas perairan) serta satuan pengawal khusus (pasukan pengawal raja dan bangsawan, serta pengawal benteng-benteng utama kerajaan Gowa).
Anrongguru Lompona Tu Bontoalaka
Pemimpin tertinggi pasukan Bontoala’ yang bertanggung jawab langsung kepada raja Gowa. Bontoala’ adalah sebuah nama kampung yang terletak di sebelah timur kota Makassar sekarang. Kampung ini merupakan tempat penampungan para tawanan perang yang kemudian dimerdekakan dan berstatus sebagai warga kerajaan Gowa. Anrongguru Lompona Tu Bontoalaka lazim juga disebut KaraEngna Tu Bontoalaka atau KaraEng Bontoala’ membawahi beberapa pejabat yang terdiri dari pejabat-pejabat militer, pendidikan, keagamaan, seni dan budaya.
Sabannara’ (syahbandar)
Merupakan jabatan yang cukup penting di dalam kerajaan Gowa yang merupakan kerajaan maritim. Sabannara’ adalah pejabat atau petugas kerajaan Gowa yang mengurus soal keluar masuknya kapal-kapal dan perahu-perahu di pelabuhan utama kerajaan Gowa (Bandar Somba Opu) dan menangani pemasukan bea cukai. Dahulu kerajaan Gowa mempunyai dua orang Sabannara’, yakni Sabannara’ Towa yang mengurusi pemasukan dan kas Negara dan Sabannara’ Lolo yang menangani khusus harta kekayaan raja Gowa. Jabatan Sabannara’ biasanya diduduki oleh bangsawan tinggi kerajaan Gowa yaitu keturunan atau kerabat terdekat raja Gowa.
Selain dari jabatan-jabatan tersebut di atas, masih ada lagi jabatan dan pangkat yang diduduki seseorang dengan mengepalai pemerintahan wilayah kecil dan daerah asli yaitu :
1. Karaengta
2. Gallarrang
3. Anrongguru
4. Jannang
5. Pabbicara
6. Matowa
7. Daengta

(e-LONTARAK : Anas Faried Daeng Bella, Wahyudin Mas'ud Daeng Muji, Suwandy Mardan Daeng Mamase) 
by Facebook Comment

STRUKTUR PEMERINTAHAN KERAJAAN GOWA (Part. 1)

MASA PRA-ISLAM (ABAD XIV)
 
Tiap-tiap kerajaan yang ada di dunia pasti mempunyai sistem pemerintahan yang tersusun sendiri-sendiri. Susunan pemerintahan kerajaan-kerajaan itu berbeda-beda dan tidak sama keadaannya.
Begitupun dengan Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa diperintah oleh seorang raja yang disebut Sombayya (yang disembah, dimuliakan, dihormati). Selain dari Raja Gowa yang pertama, takhta Kerajaan Gowa tidak pernah diduduki lagi oleh seorang wanita. Raja Gowa yang pertama dikenal dengan sebutan Tumanurung Baineya (Tumanurung; orang yang turun dari langit/kayangan, Baineya;yang perempuan). Menurut riwayat yang tersebut dalam sejarah Gowa juga hikayat turun temurun dari rakyat Gowa bahwa Tumanurung turun dari langit karena baginda turun di daerah bukit Tamalate (tamalate;tidak layu) di Gowa. Maka baginda lazim juga disebut Manurunga ri Tamalate (Yang turun di Tamalate). Sungguhpun Raja Gowa yang pertama adalah seorang wanita, namun setelah baginda mangkat (dalam beberapa hikayat rakyat Gowa diceritakan bahwa baginda meninggalkan dunia dengan cara mairat/melayang/lenyap secara tiba-tiba dari tempatnya) tidak pernah lagi takhta kerajaan Gowa diduduki oleh seorang perempuan.
Raja mempunyai kekuasaan yang mutlak (absolute). Betapa mutlaknya kekuasaan raja dalam pemerintahannya dapatlah kita gambarkan pada kata-kata dalam bahasa Makassar ; “Makkanama’ numammiyo” (aku berkata dan engkau mengiyakan), maksudnya ; aku bertitah dan engkau hanya mengiyakan saja. Jadi segala titah atau perintah raja harus dipatuhi dan ditaati. Segala sabda raja harus dituruti, tidak boleh dibantah sedikitpun. Begitu berkuasanya raja dalam segala hal, sampai termakhtub dalam ikrar bersama yang diucapkan pada pelantikan raja atau ratu kerajaan Gowa yang pertama di hadapan para pembesar kerajaan Gowa diantaranya Paccallaya dan Dewan Adat Bate Salapanga “Anne nualleku Karaeng akkanama’ numammiyo, anginga’ nuleko’ kayu” artinya ; Engkau telah mengambil aku menjadi raja, aku bersabda dan engkau mengiyakan, aku adalah angin, engkau adalah daun kayu. Maksudnya ; Oleh karena kalian telah mengangkatku menjadi raja kalian, maka segala titahku harus kalian junjung tinggi dan segala kehendak atau perintahku harus kalian laksanakan.
Dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu dalam pelaksanaan sehari-hari oleh seorang pejabat tinggi yaitu ; Tumailalang (tumailalang ; orang di dalam). Di samping itu, raja juga dibantu oleh sebuah lembaga “perwakilan rakyat” yang disebut; Bate Salapanga (Bate;panji/bendera,Salapanga;yang Sembilan). Lembaga ini terdiri dari Sembilan orang (tokoh) dari Sembilan daerah pendiri dan cikal-bakal berdirinya kerajaan Gowa yang disebut “Kasuwiang Salapang” (kasuwiang;pengabdi,salapang;Sembilan). Jabatan Tumailalang diangkat dan diberhentikan oleh Raja Gowa. Ada juga yang mengatakan bahwa Tumailalang bertugas menghubungkan secara timbal-balik (double traffic way) antara pemerintah dalam hal ini raja dengan rakyat Gowa yang diwakili oleh Dewan Hadat Bate Salapanga. Ada juga diceritakan dalam sejarah kerajaan Gowa bahwa kedua fungsi timbal-balik itu dijalankan oleh seorang pejabat yang disebut “Paccallaya” (paccalla;pencela,paccallaya;orang yang mencela) maksudnya; orang yang bekerja sebagai pengawas dan penindak apabila ada pelanggaran dan ketidaksesuaian penyelenggaraan adat, social dan budaya dalam kehidupan rakyat kerajaan Gowa.
Paccallaya merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang yang juga bertindak sebagai ketua Dewan Adat Bate Salapanga, dimana dahulunya sebelum pengangkatan raja atau ratu Gowa yang pertama, Kasuwiang Salapang membentuk pemerintahan gabungan (federasi) dimana Paccallaya bertindak sebagai hakim tertinggi apabila terjadi sengketa atau pertentangan di antara penguasa-penguasa yang tergabung dalam federasi, yaitu tokoh masyarakat yang berdiri sendiri dan bebas mengatur pemerintahan di dalam daerahnya masing-masing.

Antara raja (ratu) Gowa yang pertama di satu pihak serta Bate Salapanga di lain pihak dibuat ikrar dan diadakan perjanjian. Dalam ikrar telah disebutkan bahwa kekuasaan raja sangatlah besar dan dalam perjanjian itu disebutkan pula tentang pembagian tugas dan batas-batas wewenang antara raja yang memerintah di satu pihak dengan rakyat yang diperintah di lain pihak. Dalam ikrar dan perjanjian-perjanjian itu dapat dilihat dengan jelas bahwa pada mulanya pemerintahan kerajaan Gowa mengandung unsur-unsur demokrasi terbatas.
Akan tetapi lambat laun unsur-unsur demokrasinya menjadi kabur dan falsafah kerajaan mutlak (absolute monarchie) makin lama makin menonjol. Raja seolah-olah menguasai hidup dan matinya rakyat. Kehendak raja adalah undang-undang yang tidak boleh dilanggar apalagi dibantah. Segala titah raja benar-benar merupakan pencerminan dari “Akkanama’ numammiyo” dan kata-kata raja itu sangat menentukan segalanya. Bandingkan dengan kata-kata Kaisar Perancis Louis XIV yang terkenal; “L’etat c’est moi” artinya ; ”Negara adalah Aku”.
Memang benar ada lembaga perwakilan rakyat (Bate Salapanga). Akan tetapi lembaga ini tidak mempunyai arti dan peranan yang lebih daripada apa yang dimaksudkan dalam bahasa Belanda “Raad van negen kiesheren” artinya; Majelis Sembilan orang untuk menetapkan dan mengangkat raja, dalam hal ini dapat dibedakan antara memilih dan mengangkat. Para anggota Bate Salapanga tidak mempunyai wewenang menyusun undang-undang ataupun membuat peraturan-peraturan. Mereka tidak memiliki hak untuk ikut andil dalam penyelenggaraan dan tata pemerintahan di seluruh pelosok wilayah kerajaan. Mereka harus taat dan wajib menjalankan segala perintah raja. Bahkan kemudian Bate Salapanga tidak lagi merupakan badan penasehat, raja memerintah secara sentra birokrasi. Sabda Sombayya ri Gowa merupakan undang-undang dan garis utama penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bernegara di kerajaan Gowa. 

 (e-LONTARAK : Anas Faried Daeng Bella, Wahyudin Mas'ud Daeng Muji, Suwandy Mardan Daeng Mamase) by Facebook Comment

Kamis, 28 Juni 2012

ANDAI WAKTU BISA BERULANG




Matanya ke sana ke mari, entah mencari apa. Dari wajah dan pakaianya yang lusuh tampaknya ibu ini barusan berpergian yang jauh. Apalagi ia membawa tas pakaian yang reslitingnya sudah rusak, sehingga pakaian yang ia bawa tampak dari luar. Aku kuatir ia akan ditipu oleh para calo yang ada di terminal Joyoboyo ini, karena biasanya wajah yang binggung seperti ibu ini akan mudah sekali menjadi korban calo terminal. "Ibu mau kemana?" tanyaku. "Saya mau ke Kupang", jawabnya lirih. Jarak Kupang (sebuah daerah di Surabaya) dari terminal Joyoboyo tidaklah terlalu jauh kurang lebih 5 kilometer. "Ibu tahu lyn (angkutan kota) ke Kupang?" tanyaku lagi. "Tahu, Mas", jawabnya dengan tatapan sayu. "Baiklah Ibu, saya duluan", aku berpamitan meninggalkan ibu tersebut.

Kebetulan kali ini aku lagi bersama dua teman tengah berjalan kaki dari Gedung Jatim Expo menuju ke kantor di jalan Bogowonto, dan jalur yang aku tempuh ini searah dengan jalur menuju Kupang. Ketika tanpa sengaja aku menoleh ke belakang, ternyata ibu tersebut juga berjalan kaki kurang lebih lima puluh meter di belakangku, padahal katanya tadi akan naik angkutan ke Kupang. Beberapa kali aku menoleh, dan ternyata ia masih di belakangku. Pasti ada masalah ibu ini pikirku.

Ketika tepat di depan patung Suro dan Boyo di depan Kebun Binatang Surabaya aku menghentikan langkah sambil menjelaskan kepada teman yang berasal dari Makassar arti historis dari patung tersebut yang menjadi awal mula dari nama kota Surabaya. Sebenarnya aku berhenti ini sambil memperhatikan ibu ini, ternyata ia melewatiku begitu saja, berarti dia tidak ada maksud apapun kepadaku, maka aku segera kembali berjalan di belakangnya.

"Ibu katanya mau naik lyn ke Kupang, tapi kok jalan", tanyaku. "Ya ...", jawabnya lirih mungkin karena kecapaian dalam perjalanan. "Tapi mengapa Ibu masih jalan kaki?" tanyaku. "Saya tidak punya uang", jawabnya dengan lebih lirih mungkin karena malu mengatakannya. "Rumah Ibu dimana?" tanyaku untuk mempertegas apakah ibu ini berbohong atau tidak. "Di Banyu Urip", jawabnya. "Banyu Urip mana?" tanyaku lagi. "Banyu Urip gang Bok Abang", jawabnya lagi. Berarti ia akan naik angkutan 2 kali dari sini. Segera aku sodorkan uang lima ribu rupiah, "Ini Ibu untuk naik lyn", ucapku. Seketika itu wajahnya berubah sangat luar biasa menjadi cerah dan bibirnya tersenyum, "Terima kasih, Mas", ucapnya spontan sambil menerima uang. Segera ia melambaikan tangan untuk menghentikan angkutan, dan segera ia naik angkutan yang menuju Kupang.

Kejadian tersebut sangat cepat tiba-tiba ia sudah naik angkutan, dan angkutan sudah berjalan meninggalkan aku yang masih terdiam. Mungkin ia sudah sangat ingin bertemu keluarganya, tapi dalam hatiku ada rasa sesal yang dalam. Maksudku menyodorkan uang lima ribu rupiah tadi untuk mengetahui apakah ia berbohong atau tidak, sebab biasanya jika berbohong responnya akan masih seperti kekurangan atau minta tambah. Tapi ternyata Ibu tadi tidak berbohong, sehingga uang lima ribu yang aku berikan sudah sangat berharga dan berarti baginya.

Astaghfirullah, seandainya saya tadi bisa menambah lebih banyak lagi, tentunya tidak hanya untuk biaya naik angkutan saja yang bisa ia bayar, mungkin ia bisa membelikan roti sisir yang harga hanya dua ribu lima ratus rupiah saja untuk anak-anaknya yang menunggunya di rumah. Jika lima ribu rupiah yang pertama bisa membuat ia bahagia karena dapat naik angkutan untuk pulang, dan dengan tambahan yang lebih akan membuat anak-anaknya bergembira menyambutnya, berarti akan semakin banyak wajah yang kembali tersenyum. Tapi mengapa tadi aku ragu memberikan tambahan lima ribu lagi ?

Sahabat, penyesalan seperti ini pernah terjadi di masa Rasulullah SAW, seperti kisah dibawah ini :

Seperti biasa ketika hari Jum'at tiba para kaum lelaki berbondong-bondong menunaikan ibadah Sholat Jum'at ke Masjid, ketika itu ada seorang Sahabat sedang bergegas menuju ke Masjid di tengah jalan berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya, lalu sahabat ini dengan sabar dan penuh kasih membimbingnya hingga tiba di masjid.

Pada hari yang lain ketika waktu menjelang Shubuh dengan cuaca yang amat dingin, Sahabat tersebut hendak menunaikan Jama'ah Sholat Shubuh ke Masjid, tiba-tiba ditengah jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan, kebetulan Sahabat tadi membawa dua buah mantel, maka ia mencopot mantelnya yang lama untuk diberikan kepada lelaki tua tersebut dan mantelnya yang baru ia pakai

Pernah juga pada suatu ketika Sahabat tersebut pulang ke rumah dalam keadaan sangat lapar, kemudian sang istri menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging, namun tiba-tiba ketika hendak memakan roti yang sudah siap santap untuk dimakan tadi datanglah seorang musafir yang sedang kelaparan mengetuk pintu meminta makan, akhirnya roti yang hendak beliau makan tersebut dipotong menjadi dua, yang sepotong diberikan kepada musafir dan yang sepotong lagi beliau memakannya.

Maka ketika Sahabat tersebut wafat, Rosulullah Muhammad SAW datang, seperti yang telah biasa dilakukan beliau ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.

Kemudian Rosulullah berkata," Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?"

Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal" "Apa yang di katakannya?" "saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum wafat, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."

"Bagaimana bunyinya?" desak Rosulullah.

Istri yang setia itu menjawab, "suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi......andaikata yang masih baru...... andaikata semuanya......."
hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?"

Rosulullah tersenyum."sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,"ujarnya.

Jadi begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun.

Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan betapa luar biasanya pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan lebih panjang lagi". Maksud suamimu, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih besar lagi.

Ucapan lainnya ya Rosulullah?" tanya sang istri mulai tertarik.

Nabi menjawab,"adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan.

Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya.

Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan yang masih baru yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi".Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?" tanya sang istri makin ingin tahu.

Dengan sabar Nabi menjelaskan,"ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba- tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan.

Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ‘ kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab ANDAIKATA SEMUANYA KUBERIKAN KEPADANYA, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda

Sahabat, coba sejenak renungkan Ayat-Ayat dibawah ini :

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. (Qs. Al Mu’minuun : 99-100)

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?“ Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Munaafiquun : 10-11)

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?”(Qs. Ibrahim : 44)

“Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu: “Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafa’at yang akan memberi syafa’at bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?.“ (Qs. Al A’raaf : 53)

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.“ (Qs. As Sajdah : 12)

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman“, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.” (Qs. Al An’aam : 27-28)

“Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada baginya seorang pemimpinpun sesudah itu. Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?“ (Qs. Asy Syuura :44)

Ust.Aly, Motivator Ideologis by Facebook Comment

Tiga Prasasti Kuno beraksara Lontara ditemukan di Majene

Jejak Celebes News, Majene: Tiga prasasti kuno ditemukan pada dua tempat yang berbeda di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Prasasti-prasasti itu diklaim sebagai penemuan pertama di kawasan Sulawesi.

Dua prasasti ditemukan di Kecamatan Malunda. Masing-masing dengan panjang 50 sentimeter dan lebar 15 sentimeter. Satu lagi ditemukan di Kecamatan Banggae dengan panjang 50 sentimeter dan lebar 40 sentimeter.

Pada awalnya prasasti tersebut ditemukan warga yang bekerja sebagai penambang batu. "Saat melihatnya, saya kaget dan seolah tidak percaya, sebab penemuan prasasti di Sulawesi belum pernah terjadi selama ini. Saya pastikan ini yang pertama di Sulawesi," kata Kepala Museum Mandar Majene, Ahmad Hasan di Majene, Kamis (28/6).

Dia mengungkapkan prasasti yang pertama di temukan di Lingkungan Bukku, Kelurahan Banggae, Kecamatan Banggae, persis di dekat menhir pemujaan yang dikenal warga sekitar dengan sebutan Batu Miana. Dua buah prasasti lainnya ditemukan di sekitar Kota Tinggi, Kecamatan Malunda, dengan tulisan yang belum diketahui artinya.

"Salah satu prasasti yang ditemukan di Kecamatan Banggae berisi tulisan Lontara Mandar yang diperkirakan merupakan warisan dari abad ke-15. Namun tulisan yang tertera pada batu yang satunya belum diketahui tulisan apa, tapi kemungkinan huruf Pallawa," terang Ahmad Hasan.

Sekretaris Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Majene, Mitthar Thala Ali mengatakan pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut atas penemuan benda yang memiliki nilai sejarah tersebut, bahkan bila perlu akan dilakukan kajian arkeologi.

Lokasi penemuan juga akan dilakukan pemagaran karena kemungkinan masih ada benda sejarah yang dapat ditemukan setelah proses penelitian dilakukan oleh ahli arkeologi. ntApalagi, dalam satu tempat biasanya terdapat berbagai macam prasasti yang bisa ditemukan.(Ant/BEY)
Sumber :  Metrotvnews.com by Facebook Comment

Ritual Sakral Kesultanan Gowa "ACCERA' KALOMPOANG"

Beberapa Benda-Benda Peninggalan Kesultanan Gowa-Tallo

Salah satu yang menarik dari Tradisi Etnik/Suku Makassar adalah kekayaan Budayanya, hampir di setiap kegiatan, Suku Makassar selalu memulainya dengan sebuah ritual, tak terkecuali dengan Benda-Benda Kebesaran peninggalan Kesultanan Gowa-Tallo.
Upacara adat Accera Kalompoang adalah salah satu ritual adat yang bersifat sakral, yang sangat dihormati oleh Etnik/Suku Makassar di Kota Makassar dan Gowa, Sulawesi Selatan. Upacara yang di gelar dirumah adat Balla Lompoa atau Istana Raja Gowa ini merupakan upacara ritual adat terbesar sepanjang tahun. Prosesinya sendiri diyakini dimulai sejak pemerintahan Raja Gowa ke 14, yaitu Sultan Alauddin, Raja Gowa yang pertama kali memeluk agama Islam.
Accera Kalompoang, merupakan acara ritual pencucian benda-benda peninggalan Kesultanan Gowa yang masih tersimpan di Istana Balla Lompoa. kegiatan ini Berlangsung selama 2 hari berturut-turut, menjelang dan pada saat Idhul Adha.
Ritual pertama adalah Ritual allekka je’ne, ini merupakan upacara mengambil air di Bungung Lompoa (Sumur Agung bertuah yang terletak di daerah Katangka, tepatnya di atas bukit Takabassia). Kegiatan ini dilaksanakan pada saat matahari sekitar sitonrang bulo (setinggi bambu). Sesajen berupa bente, atau beras ketan, dupa, lilin, dan daun sirih, turut serta dibawa bersama iring-iringan Dewan adat Kerajaan Gowa, Sambil melantunkan royong, atau nyanyian kepada Sang Pencipta dan leluhur, para sesepuh adat memainkan alat musik jajjakkang. Alat musik yang terdiri dari kancing, bacing, bulo, dan kaoppo ini merupakan alat musik yang digunakan kalangan raja untuk pesta adat di Gowa.
Sesajen mulai ditabur diatas air sumur. Air sumur lalu diambil dengan menggunakan sero, atau timba, yang bahannya terbuat dari daun lontar. Konon, ada tiga sumur disekitar Bukit Tamalatea. Namun dua dari tiga sumur tersebut,telah hilang secara ghaib.
Usai mengambil air, rombongan kembali ke istana untuk mengikuti upacara selanjutnya. Yaitu upacara ammolong tedong, atau penyembelihan kerbau, saat matarahari pada posisi allabang lino atau pertengahan bumi. Kerbau yang akan disembelih harus memenuhi syarat antara lain jantan, berwarna hitam dan kondisinya prima. kegiatan ini dikenal dengan istilah appasili tedong dan apparurui, Sang kerbau harus diperlakukan secara khusus. Diberi cermin, disisir bulu-bulunya, dan diikatkan kain putih sebagai simbol kesucian. Lalu kerbau diarak keliling istana sebanyak 3 kali putaran. Penyembelihan ini bermakna sebagai penangkal dan penolak bala yang berkait dengan darah.
Sebelum prosesi penyembelihan berlangsung, keluarga yang memiliki hajat, melakukan sebuah prosesi, sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Pencipta dan para leluhur. Satu persatu para turunan Raja Gowa ini, memecahkan telor, memberi minyak khusus dan mengarahkan uap ke kepala kerbau. Penyembelihan dilakukan oleh seorang sesepuh adat. Darah kerbau ini selanjutnya disimpan di istana.
Malam hari, berlangsung upacara appidalleki, yang bermakna, persembahan sesajen kepada leluhur sembari memanjatkan doa syukur kepada Sang Pencipta. Upacara ini hanya untuk kalangan keluarga raja saja.
Keesokan Harinya, usai mengikuti shalat Idul Adha, upacara allangiri kalompoang, atau pencucian benda-benda utama pusaka kebesaran Kerajaan Gowa pun dimulai. Ini merupakan puncak upacara dari segala rangkaian acara accera kalompoang. Air bertuah yang diambil dari Bungung Lompoa diletakkan diatas panggung, beserta darah kerbau dan sesajen lainnya. Benda peninggalan Kerajaan Gowa yang berjumlah 13 buah, mulai dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Annyossoro, atau pembersihan mulai dilakukan, Benda-benda pusaka ini lalu diberikan kepada para sesepuh adat yang sudah menanti di atas panggung.

Para sesepuh adat mulai mencuci benda-benda pusaka yang terdiri dari, salokoa, atau mahkota Raja, yang memiliki berat 1768 gram, terbuat dari emas murni, dan ditaburi 250 permata, dimana Mahkota ini berasal dari Raja Gowa Pertama Tumanurung Baineyya.
Benda pusaka lain adalah ponto janga jangaya (Terbuat dari emas murni yang berat seluruhnya 985,5 gram, bentuknya seperti Naga yang melingkar sebanyak 4 buah. Dinamai “Mallimpuang” yang berkepala naga satu dan “Tunipalloang” yang berkepala naga dua, benda ini merupakan benda “Gaukang” {kebesaran Raja} di Gowa dan dipakai pada pergelangan tangan, Benda ini berasal dari Tumanurunga). Dilanjutkan dengan pencucian tobo kaluku (rante manila dengan berat 270 gram yang merupakan hadiah dari kerajaan Sulu di Philipina pada abad XVI), empat kolara (kalung kebesaran yang terbuat dari emas murni seberat 2.182 gram), empat kancing gaukang (kancing emas) dengan berat 277 gram,
Tidak ketinggalan benda tajam seperti lasippo berbentuk parang dari besi tua, sudanga berbentuk kalewang yang merupakan senjata sakti atribut raja, berang manurung (parang panjang) dan mata tombak tiga jenis. atau rantai emas, dan benda-benda pusaka lainnya, yang sering digunakan para raja dahulu kala. Satu persatu benda pusaka dibasuh oleh air Sumur Bungung Lompoa, kemudian diasapi dengan dupa. Upacara diakhiri dengan prosesi attitele, atau pelepasan hajat. Para keturunan Raja Gowa mengambil air dan darah kerbau untuk dibubuhi pada mahkota.
Ritual Accera' kalompoang ini memang terlihat sederhana namun sesungguhnya memiliki makna yang sangat dalam, Assosoro artinya meluluhkan segala noda dan noktah, dalam hal ini sifat-sifat buruk manusia, sedangkan allangiri artinya menanamkan keyakinan dan kesucian. Annimbang merupakan pertanda analisa dan evaluasi serta penentuan tingkat kesejahteraan masyarakat pada tahun mendatang.
(Suwandy Mardan)

by Facebook Comment

Info Property Makassar-Gowa

Griya Pandang-Pandang Type 45. Rp. 350jt (Lokasi Sangat Strategis, dekat dari lapangan Syekh Yusuf, Kantor Bupati, DPRD, Sekolah, Masjid agung Syukh Yusuf dan Jalur Transportasi Umum. Sistem keamanan 24 Jam Nonstop)

Lokasi : Kompleks Anggrek Makassar.
Griya Pallantikang, Lokasi Depan Rujab Bupati Gowa, samping sekolah Internasional Al-Fityan. Type 230 yang terdiri dari 5 Kamar Tidur 4 kamar Mandi, 1 Mushollah, 4 teras dan memiliki halaman depan dan samping. Harga 1 M. (Sisa Satu Unit)


Untuk Info lebih lanjut hubungi : 08975538008 by Facebook Comment

Rabu, 27 Juni 2012

ROYONG, Tradisi Lisan Suku Makassar

Masyarakat Etnik Makassar yang mendiami pesisir pantai jazirah selatan Pulau Sulawesi sangat terkenal dengan kekayaan Seni dan Budayanya, tak terkecuali dalam Tradisi Lisan. Masyarakat Makassar mengenal berbagai sastra Lisan baik yang berbentuk prosa maupun puisi. Sastra lisan yang baik dalam bentuk prosa maupun puisi dituturkan dengan jalan dinyanyikan atau disenandungkan dengan diiringi oleh berbagai macam instrumen/ bunyi-bunyian dan alat musik. Jenis sastra yang dituturkan selain dinamai sesuai dengan alat musik yang mengiringinya juga ia diberinama tersendiri sesuai nama sastra tersebut. Beberapa sastra prosa dinamakan sinriliq dan kacaping, karena sastra ini dituturkan dengan jalan dinyanyikan karena diiringi oleh alat rebab (sinriliq/kesoq-kesoq) dan kecapi. Sastra puisi diberi nama kelong yang seara harfiah diterjemahkan sebagai nyanyian. Namun pada dasarnya kelong adalah karya sastra yang berbentuk larik-larik kelompok kata yang berpola dan dibawakan secara bernyanyi atau bersenandung. Salah satu karya sastra yang berbentuk puisi (kelong) adalah Royong.
Royong adalah adalah sastra lisan dalam ritus upacara adat Makassar. Tradisi lisan ini biasanya dipentaskan pada upacara adat
Accera’ Kalompoang, perkawinan, sunatan, khitanan, upacara akil balik dengan memakaikan baju adat/ baju bodo kepada anak gadis (nipasori baju), dan juga pada upacara ritual kelahiran (aqtompoloq) dan upacara penyembuhan penyakit cacar (tukkusiang).
Sastra lisan Royong dewasa ini mengalami masa menghampiri kepunahan. Selain ia kehilangan tradisinya lantaran para bangsawan kerajaan Gowa tidak lagi melaksanakan upacara-upara daur hidup
(life cycle rites) secara tradisional akan tetapi melaksanakannya dengan sederhana, dan mengikuti ajaran syariat Islam yang tidak lagi membutuhkan kehadiran royong sebagai media permohonan doa, sehingga secara perlahan-lahan sastra Royong sangat jarang dituturkan lagi. Juga pendukung/pelaku royong sudah lanjut usia. Rata-rata usia paroyong sekarang ini di atas 70 tahun.
Yang unik dari tradisi Lisan ini karena Royong hanya bisa diwariskan kepada kaum perempuan dalam lingkungan keluarga pa’royong itu sendiri.Seseorang bisa menjadi pa’royong bila mempunyai garis keturunan pa’royong. Itupun bukan karena kemauan sendiri akan tetapi “dipilih oleh suatu kekuatan gaib” yang ditandai dengan kesurupan atau sakit beberapa hari. Penunjukannya sebagai pa’royong berlangsung secara gaib yang merupakan kehendak dari arwah leluhur bersemayam di dalam kalompoang (boe-boe). Seorang yang “terpilih” akan mengalami kejadian aneh. Kejadian ini baru berhenti bila yang terpilih telah melakukan suatu ritual, sebagai tanda setuju untuk menjadi pa’royong. Peralatan royong yang telah diwariskan juga harus dijaga dengan dengan baik, pada waktu-waktu tertentu perlu diberikan jajakang.
Dalam penyajiannya, vokalis royong tidak menyebutkan secara jelas isi syairnya, tetapi hanya menyebutkan bunyi vokal misalnya /eee/ atau /ooo/ dan berupa kata yang merupakan sambungan-sambungan kalimat atau syair yang akan diungkapkan. Sebagai contoh dalam salah satu bait syair royong yang biasa dinyanyikan dalam upacara aqiqah (passili) …”Bolaeng Intan Jamarro Panggaukanna Situju Batang Kalenna, Batenna nagoya…. akan dilagukan oleh pa’royong seperti : …..Boooooo-laaaaaa-eeeeeeeng-iiinntann-jaaaaaa-maaaaaaa-rroooooopaaaaaang- gaaaaaa-uuuu-kaaan-naaaaa-siiii-tuuu-juuu-baaaa-taaang-kaaaaleee-naaa-baaaa-teeee-nnaaaa-naaaaa-gooo-yaaaa…
Penyebutan bunyi vokal yang panjang merupakan ciri dari pelantunan royong. Jadi terkadang pendengar tidak jelas menangkap kalimat lagunya. Terlebih lagi kebiasaan pa’royong pada saat melantukan syair royong selalu menutup mulutnya dengan selendangnya. Biasanya royong dilantunkan semalam suntuk.

Asal Asul
Pelantun Royong di Gowa/Makassar sangat percaya jika kehadiran royong ini bersamaan dengan kehadiran Tumanurung. Tumanurung di Gowa adalah seorang perempuan yang bernama Putri Tamalate/Tumanurung Baineyya, beliau turun dari langit beserta dua dayang-dayang lengkap dengan gaukang (benda kebesaran). Dayang-dayang inilah yang menyanyikan royong seiring dengan turunnya Putri Tamalate ke peretiwi (dunia). Nyanyian royong ini, didengar oleh penduduk Gallarang Mangasa, yang kemudian melaporkannya kepada para pemimpin kaum (Batesalapang  dan Paccallayya). Batesalapang dan Paccallayya kemudian pergi menemui Tomanurung. Selanjutnya Tomanurung kawin dengan Karaeng Bayo (pasangan ini kemudian menjadi raja Gowa pertama). Dalam perkawinan tersebut, royong kembali dinyanyikan oleh kedua dayang-dayang Putri Tamalate. Lalu ketika anak pasangan Karaeng Bayo dengan Putri Tamalate, yang bernama Karaeng Tumasalangga Baraya lahir, royong kembali dinyanyikan oleh dayang-dayang. Setelah itu dayang-dayang pun menghilang. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa royong berasal dari langit dan turun ke bumi bersama dengan datangnya Tomanurung di Gowa. Tradisi ini kemudian dilakukan dalam setiap upacara adat atau ritus orang Makassar, terutama dalam siklus kehidupan manusia.

Sisi lain dari Royong adalah mengenai kepercayaan masyarakat Makassar tentang Fungsi, khasiat dan efek dari royong yang konon dapat menyembuhkan suatu penyakit, menolak bala, dll. Hal ini dapat kita pahami jika melihat kalimat-kalimat royong itu sendiri yang menyerupai sebuah Do’a/harapan kepada Yang Maha Kuasa tentang sesuatu hal.
Pada acara perkawinan royong disajikan sebagai musik vokal dengan syarat dan aturan tersendiri. Adapun sarana penyajian yang harus diperhatikan meliputi tempat, waktu, pemain dan kostum. Tempat pertunjukan royong selalu berada di dua tempat, yaitu ri kale balla (ruang tengah rumah) dan ri bilik buntinga (dalam kamar pengantin khusus pada upacara adat perkawinan). Biasanya tempat vokalis royong bersama dengan musik pengiring ansambel
ganrang pakballe (gendang pengobatan). Jika yang melakukan hajatan adalah kalangan bangsawan, maka dibuatkan tempat khusus untuk pertunjukan royong yang disebut baruga caddi (panggung kecil).

Sebagai sebuah tradisi yang hadir dalam upacara-upacara ritual, pementasan royong penuh dengan kesakralan. Berbagai aturan harus dipatuhi dalam pementasannya, dari tahap persiapan, tempat dan waktu pementasan. Pementasan royong akan terlaksana dengan baik bila aturan-aturan dijalankan. Apabila pelaksanaan royong tidak sejalan dengan adat kebiasaan, misalnya sesajen yang tidak lengkap, biasanya salah satu dari keluarga yang menggelar hajatan akan kesurupan.
Perlengkapan royong meliputi bahan dan peralatan dalam prosesi pementasannya. Bahan yang dimaksud adalah bahan-bahan jajakang, yang terdiri dari :
a) Air bening 1 gelas
b) Tai Bani atau lilin merah dua buah, dimaknai sebagai penerang, baik
untuk pelaksana hajatan maupun pelaksana ritual (pa’royong).
c) Uang sesuai dengan keikhlasan pelaksana hajatan. Uang ini sebagai
simbolisasi pappakalabbiri yang berarti pemberian penghargaan
kepada pelaku ritual atas pekerjaannya.
d) Leko Sikabba (daun sirih satu ikat, beserta kapur) dan Rappo Sikabba
(buah pinang satu ikat). Daun sirih dengan pinang seikat memiliki
makna a’lekoki na’nikillaeki rappo yang mengandung arti bahwa jika
pohon itu berdaun, diupayakan untuk berbuah. Jika melakukan
hajatan, maka pelaksana hajatan mengharapkan apa yang dicitacitakan
dapat terwujud.
e) Pa’dupang (tempat kayu bara untuk membakar kemenyan)
f) Kemenyan
g) Berasa si gantang (beras 4 liter)
h) Gula merah, dan kelapa masing-masing 1 buah
i) Kain putih, sebagai pembungkus peralatan ritual, merupakan simbol
bahwa suatu upacara dimulai dengan kesucian (putih), agar apa yang
diinginkan dapat tercapai dengan baik, dan agar upacara berlangsung
dengan baik
j) Tembakau (rokok)

Tradisi Lisan Royong juga sangat terkait dengan strafifikasi sosial masyarakat etnik Makassar. Dalam masyarakat Makassar dikenal tingkatan sosial masyararat antara lain:

1). kelas atas adalah keluarga raja yang berkuasa (Sombaya),
2). bangsawan (karaeng),
3). masyarakat biasa yang bebas dari perbudakan (Tomaradeka),
4). budak (ata).

Adapun tingkatan royong dikenal adanya: 

1. Royong Bajo yang digelar untuk kalangan/ keluarga raja (sombaya),
2. Royong Karaeng untuk kalangan bangsawan
3. Royong Daeng
Sementara kalangan budak tidak ditemukan jenis royong untuk mereka.

Contoh Syair Royong :
Cui la ilau'mene manri'ba' sikayu-kayu mene situntung-tuntungang ri
passimbangenna Makka, ri alla'na Arapa, ri butta nisingarria
mangaggaang ri sapa, namalo ri Marawa, ada menei makkio', ala kenna
mappasengka, tulusu'mami mantama, attawapa' ri ka'bayya, ha'ji ri
baetullayya, ninio'mi ri sehea, nitayomi ri pakkihia, kurru mae
sumanga'nu, anak battu rite'nea, kutimbangiko doing, kurappoiko
barakka', napappokoki, pakballe iballe nakkilolonna, ilena

gulu'battanna, nasikuntumo numera, teamako ma'je'ne' mate
namate'nemo pa'mai'.


by Facebook Comment

Orang Makassar Pembawa Islam di Australia


Suku Aborigin memperlihatkan gambar Perahu Suku Makassar

Sebuah penelitian sejarah di Australia baru-baru ini memaksa Negeri Kanguru mengubah pelajaran sejarah mereka.
Penelitian yang dilakukan dosen sejarah University of Griffith, Brisbane, Australia, Prof Regina Ganter, membuktikan agama Islam masuk ke Australia sejak 1650-an dan bukan 1850-an yang merupakan versi resmi Pemerintah Australia.
Hebatnya lagi, Islam diperkenalkan oleh pelaut-pelaut Makassar yang memang menjalin hubungan dengan suku asli Australia, Aborigin.
"Hasil kajian Profesor Ganter ini menunjukkan hubungan antara orang-orang Makassar dan masyarakat Aborigin di tahun 1600-an," kata Direktur Unit Kajian Islam Universitas Griffith (GIRU), Dr Mohamad Abdalla, di Brisbane, Minggu (14/1).
"Jadi kehadiran Islam di Australia jauh lebih awal," katanya di depan puluhan warga Muslim Indonesia yang menghadiri pengajian bulanan Perhimpunan Komunitas Muslim Indonesia di Brisbane (IISB) yang mengangkat topik tentang hijrah dalam sejarah Islam semasa Nabi Muhammad SAW itu.


Abdalla mengatakan, Ganter akan memaparkan hasil kajiannya ini pada Konferensi Internasional bertajuk Tantangan dan Peluang Islam dan Barat: Kasus Australia yang diselenggarakan GIRU, Maret mendatang.
Studi tentu saja mengubah banyak hal, termasuk klaim bahwa penyelam asal Malaysia yang membawa Islam ke negara yang kini berpenduduk 21 juta jiwa itu pada 1875.
Juga sejarah bahwa Islam diperkenalkan penunggang unta Afganistan pada 1860.
Saat ini, di Australia, terdapat lebih dari 300 ribu orang penganut Islam dari sekitar 21 juta jiwa penduduk. Mereka umumnya adalah para migran dari kawasan Timur Tengah, Asia, dan Afrika.
Marege
Hubungan orang-orang Makassar dengan Australia, terutama dengan suku Aborigin, tidak saja memberi penjelasan logis mengapa orang Makassar menjadi pembawa awal Islam di Australia, tetapi menjelaskan banyak hal misalnya banyaknya hewan dan tanaman yang ada.
Juga beberapa bagian bahasa Makassar menjadi bahasa yang dipakai suku Aborigin hingga sekarang.

Hubungan ini terjadi karena dimungkinkan oleh perjalanan melalui laut lepas sejak dikembangkannya perahu kano yang kemudian menjadi perahu layar.
Menurut ahli sejarah, angin monsun barat laut membantu pelayaran dari wilayah Indonesia ke Australia. Ketika angin berubah arah, yakni pada awal musim monsun tenggara, maka dimungkinkan untuk berlayar kembali ke Indonesia.
Para nelayan Makasar secara teratur berlayar ke perairan Australia sebelah utara setidaknya sejak tahun 1650.
Pelayaran ini mungkin dimulai pada masa Kerajaan Gowa di Makasar yang sudah memeluk Islam sejak 1500-an.
Para pelaut Makasar ini menyebut Tanah Arnhem, wilayah utara Australia, dengan sebutan Marege dan bagian daerah barat laut Australia mereka sebut Kayu Jawa.
Mereka berlayar dalam bentuk armada perahu berjumlah 30 sampai 60 perahu, dan masing-masing memuat sampai 30 orang.
Tujuan mereka adalah untuk mencari ikan teripang yang kemudian mereka asapi. Kemudian mereka membawa ikan teripang itu kembali ke Sulawesi, dan selanjutnya diekspor ke Cina.
Perjalanan mereka itu disesuaikan waktunya supaya mereka tiba di pantai utara Australia pada bulan Desember, yakni awal musim hujan.
Mereka pulang di bulan Maret atau April, yakni akhir musim hujan. Para nelayan ikan teripang itu membangun rumah-rumah sementara, menggali sumur, dan menanam pohon-pohon asam.
Hutan kecil pohon asam tersebut masih ada sampai saat ini. Banyak orang-orang Aborigin yang bekerja untuk para nelayan teripang tersebut, mempelajari bahasa mereka, menggunakan kebiasaan menghisap tembakau, membuat gambar perahu, mempelajari tarian mereka dan meminjam beberapa kisah yang mereka ceritakan.
Beberapa orang Aborigin ikut berlayar dengan para nelayan itu pada saat mereka pulang ke Sulawesi, dan kembali ke Australia pada musim monsun berikutnya, dan beberapa di antaranya ada yang menetap di Sulawesi.
Pengaruh orang Bugis dan Makasar masih dapat dilihat dalam bahasa dan kebiasaan yang digunakan oleh orang-orang tersebut pada saat ini.
Kira-kira 4.000 tahun lalu muncul dingo atau anjing hutan di Australia. Dingo serupa dengan ajak di Indonesia (anjing hutan). Konon, ada orang yang membawa dingo itu ke Australia. Tampaknya pengunjung ini datang dari Indonesia.
Sebelum kedatangan pelaut Makassar, sebenarnya sudah ada beberapa asumsi tentang siapa yang pertama kali menyentuh benua paling selatan tersebut.
Namun, yang tercatat hanyalah kedatangan nelayan Makassar sebagai yang pertama.
Bahkan, catatan sejarah menyebut, kapal dari Makassar sudah berlabuh sejak 1620.
Pada 1760, seorang peneliti bernama Alexander Dalrymple memberikan bahwa "Orang Bugis menggambarkan New Holland (Australia?) sebagai penghasil emas. Mereka beragama Islam dan gemar berdagang".
Menurut Dalrymple, keislaman mereka didasarkan tradisi pengkhitanan, yang akhirnya menjadi kebiasaan sejumlah penduduk di kawasan Australia Utara.
Meski tidak tercatat apakah nelayan Muslim Makassar juga menyebarkan Islam, namun dipastikan, Australia mengenal Islam pertama kali dari pelaut-pelaut Makassar tadi.
Penunggang Unta
Yang lebih layak disebut penyebar Islam di Australia adalah peternak unta dari Afghanistan.
Kedatangan pasukan unta ini berdampak pada pembangunan rel kereta api dari Port Augusta ke Alice Springs, dan pembangunan kabel telepon antara Darwin dan Adelaide tahun 1870.
Saat membangun sarana transportasi dan komunikasi ini, pekerja Afghan ini membangun masjid yang menjadi masjid pertama di Australia pada 1888.
Kedatangan motor bermesin membuat sebagian Afgan pulang. Tetapi sebagian lagi bertahan dan beranak pinak membentuk komunitas muslim di Negeri Kanguru. Dan memberi warna pada diversitas budaya Australia.
Lambat laun, komunitas Islam membesar sehingga perlu dibentuk payung organisasi di level teritori sampai negara bagian.
Versi Pemerintah Australia tetap menempatkan penunggang unta Afgan inilah yang mula- mula memperkenalkan Islam.
Belum dilaporkan sikap resmi Australia setelah penelitian Prof Regina Ganter dipublikasikan.
 Sumber : http://sicmafm.blogspot.com

by Facebook Comment

DAFTAR NAMA RAJA-RAJA GOWA


Mahkota Raja Gowa

1     1. Tumanurunga (+ 1300)
2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (+ 1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna
Berkuasa mulai tahun 1593 – wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.[1]
15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna
Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana
Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’
Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681.
1. I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara
Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735)
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
28. I Temmassongeng I Makkaraeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tumenanga ri Mattoanging (1770-1778)
29. I Mannawarri Karaeng Bontolangkasa Karaeng Mangasa Karaeng Sanrobone (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 – wafat 30 Januari 1893)
33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu’na
Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.
by Facebook Comment