Dalam buku yang ditulis Dr. K.G. Crucq dan J.W. Vogel, menjelaskan bahwa meriam “Anak Makassar” adalah meriam yang terbesar yang pernah ada dan dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam bidang pertahanan. Panjang diameter lobang mulutnya 41,5 cm, sehingga orang dengan mudah dapat masuk ke dalamnya.
Menurut Dr. K.G. Crucq yang banyak melakukan penelitian tentang meriam-meriam yang ada di Indonesia, bahwa meriam “Anak Makassar” yang ada di Benteng Somba Opu itu lebih besar dari padameriam “Pancawura” atau “Kyai Sapujagad” yang ada di Keraton Surakarta. Jika dibandingkan dengan meriam-meriam kramat lainnya, seperti misalnya meriam “Ki Amuk” yang ada di banten, meriam “Anak Makassar” lebih besar ukuran atau kalibernya.
Buku karya Dr. K.C. Crucq yang berjudul De Geschiedenis van Het Heiling Kanon van Makassar (Sejarah Meriam Orang-orang Makassar), menuliskan: “Kemudian armada (dipimpin oleh Van Dam pada tahun 1660) mendekati Somba Opu yang dipertahankan oleh tiga buah benteng yang diperkuat, yakni Panakoke (maksudnya Panakkukang), Samba Opu (maksudnya Somba Opu) dan Ujung Pandang. Benteng-benteng itu dipersenjatai dengan 130 meriam. Benteng Somba Opu berbentuk persegi empat. Dinding atau front sebelah barat (yakni sebelah atau arah laut Selat Makassar) dan dinding sebelah utara sangat diperkuat. Di dinding barat (arah Selat Makassar) terdapat Baluwara Barat Daya, Baluwara Tengah dan Baluwara Barat laut yang juga sering disebut Baluwara Agung (Groot Bolwerk). Di Baluwara agung inilah ditempatkan sebuah meriam yang amat dahsyat yang disebut meriam “Anak Makassar”.
J.W. Vogel dalam tulisannya yang berjudul “Oost-Indianische Reisbesch-reibung” menggambarkan bahwa mulut meriam “Anak Makassar “ itu sedemikan besarnya “dass der grosste mensch gar fuglich hinein kriechten und sich verbergenkan” (sehingga orang yang paling besar sekalipun dengan mudah dapat merayap ke dalamnya dan bersembunyi di situ). Berarti meriam “Anak Makassar” ini seluruhnya memiliki bobot 9.500 kg. atau 9,5 ton. Panjang meriam keramat ini enam meter. Dengan kaliber 41,5 cm.
Dirampas Speelman
Pada 15 Juni 1668 Speelman melancarkan serangan total ke Benteng Somba Opu. Pertempuran hari pertama berlangsung 24 jam terus menerus. Fuselir-fuselir Belanda menembakkan 30.000 peluru. Setelah menderita, 50 orang serdadu Belanda tewas dan 68 orang luka parah, maka Belanda berhasil menduduki pertahanan pertama Benteng Somba Opu yang tebal dindingnya 12 kaki itu. Namun perang tetap berkobar. Pertempuran berlangsung dengan sengitnya. Akhirnya, setelah bertarung habis-habisan selama 10 hari siang dan malam, pada tanggal 24 Juni 1669, seluruh Benteng Somba Opu dapat dikuasai oleh Belanda.
Dua ratus tujuh puluh dua pucuk meriam besar kecil, di antaranya meriam keramat “Anak Makassar” dirampas oleh Speelman. Benteng dan Istana Somba Opu kemudian diratakan dengan tanah. Beribu pond buskruit meledakkan benteng dan istana itu. Udara memerah bak menyala, tanah menggelegar, berhamburan ke angkasa.
Malam yang Mengerikan
Sebagai seorang penulis Belanda yang banyak menulis tentang Gowa, Dr. F.W. Stapel dalam salah satu bukunya berjudul Het Bongaais Verdrag. Pada halaman 57-57 Stapel menulis pengakuan yang dibuat oleh orang-orang Belanda sebagai berikut:
“Er werd niet allen dien dag maar ook den volgenden nacht aan een stuk door gestreden te gelooven sijnde dat het soo vreeselycke nacht is geweest, als crijgers van hoogen ounderdom misschien in Europa selve niet dicht jls gehoort. De Nederlandsche musketiers verschooten dien nacht 30.000 cogels! De vijand verdedigdezich met een ware furie, tot op den middag van den 17 den; toen was het resultaat, dat men ten koste van 50 dooden en 68 gewonden eenige belangrijke voorwerken wan het kasteel bezet had, die dadelijk met schanskorven warden versterkt”.
“Pertempuran tidak hanya pada hari itu saja, akan tetapi juga berlangsung pada malam berikutnya semalam suntuk dengan tiada henti-hentinya. Percaya atau tidak percaya, malam itu adalah malam yang amat dahsyat dan sangat mengerikan, sehingga prajurit-prajurit yang sudah lanjut usianya mungkin bahkan di Eropa sekalipun jarang yang pernah mendengarnya. Serdadu-serdadu Belanda pada malam itu menembakkan 30.000 (tiga puluh ribu) butir peluru. Musuh (orang-orang Gowa) mengadakan perlawanan yang gagah berani bagaikan banteng keraton sampai pada sore hari 17 Juni. Hasil yang dicapai pada waktu itu dengan pengorbanan 50 (lima puluh) orang tewas dan 68 (enam puluh delapan) orang luka-luka. Beberapa bagian depan yang penting benteng itu dapat direbut dan diduduki yang segera kami perkuat dengan kubu-kubu pertahanan”.
Stapel juga menulis pada halaman 58 sebagai berikut:
“In Somba Opu warden in total buit gemaakt 272 groote en kleine kanonnen, waaronder het fabuleuze anak Makassar, dat wel beschadigd was, doch “sijn vervoeren en vertoonen nog genoe gsaem waerdigh is”
“Di Somba Opu dapat direbut seluruhnya 272 pucuk meriam besar dan kecil, diantaranya juga meriam “Anak Makassar” yang luar biasa itu. Sungguhpun dalam keadaan rusak, namun meriam Anak Makassar itu masih juga dapat menampakkan kedahsyatannya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar